BADUNG – (06/9/2024) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar berhasil melaksanakan 2 kali pendeportasian dalam sehari yakni seorang pria warga negara Pantai Gading berinisial KDK (40), yang terlibat dalam penyalahgunaan izin tinggal keimigrasian, yaitu terbukti melakukan kegiatan tanpa memiliki izin tinggal yang sesuai. Diikuti dengan seorang pria warga negara Kanada berinisial JGC (53) terbukti telah memberikan keterangan yang tidak benar dalam mengajukan izin tinggalnya di Indonesia.
Pihak Imigrasi Indonesia melalui Rumah Detensi Imigrasi Denpasar telah melaksanakan Tindakan Administratid Keimigrasian terhadap KDK, seorang warga negara Pantai Gading, berupa pendeportasian dari hasil pemeriksaan terkait izin tinggal dan kegiatan di Indonesia.
KDK memasuki Indonesia pada 25 Juli 2023 dengan menggunakan Visa Kunjungan 60 hari, tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta. Ia mengakui bahwa tujuan kedatangannya adalah untuk bekerja di Salon S yang dimiliki oleh kakaknya, dan berencana tinggal di Bali hingga Oktober 2024. Sementara dirinya sendiri terakhir kali mengantongi Izin Tinggal Sementara (ITAS) Investor setelah melakukan alih status dari izin tinggal sebelumnya.
Selama berada di Indonesia, KDK awalnya tinggal bersama kakaknya namun kemudian pindah ke tempat tinggal yang disiapkan oleh teman lokal di Jl. Pura Batu Megong Canggu, Bali. KDK bekerja di Salon S tergantung pada janji pelanggan, dengan tarif mulai dari 200.000 rupiah per layanan. Izin tinggalnya dikelola oleh sepupunya, Q, dan KDK tidak mengetahui rincian terkait pengurusan izin tinggal serta alasan pengajuan izin tinggalnya di Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Depok, sementara aktivitasnya berlangsung di Bali.
Atas fakta-fakta yang ditemukan, KDK terbukti melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan izin tinggal yang dimiliki, sehingga melanggar pasal 75 ayat (1) UU no. 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, “Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.”
Dalam kasus lainnya, JGC, seorang warga negara Kanada, telah dilakukan pemeriksaan terkait izin tinggal dan kegiatan di Indonesia. JGC pertama kali datang ke Indonesia pada Oktober 2020 menggunakan visa wisata. Pada Februari 2021, ia bersama lima rekan bisnis mendirikan PT. BKG dan menjadi investor di perusahaan tersebut. Sejak saat itu, JGC mengalihstatuskan visanya menjadi KITAS Investor dengan perpanjangan kedua saat ini. Pada kunjungan terakhirnya ke Indonesia, JGC bertugas di bidang konsultasi di PT. BKG, yang bergerak di berbagai sektor termasuk konsultasi, desain grafis, retail, dan fotografi.
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai sempat dua kali melayangkan undangan klarifikasi perihal keberadaan dan kegiatan JGC pada 11 Januari 2024 dan 4 Maret 2024 namun dirinya mangkir dari undangan tersebut. Selama tinggal di Indonesia, JGC awalnya tinggal di vila sewaan di Jl. Mertanadi, Bali, bersama kekasihnya, IA. Pada Maret 2024, JGC berpindah ke alamat baru tanpa melaporkan perubahan alamat kepada pihak imigrasi atau pihak berwenang lainnya, dengan alasan bahwa tempat tinggal tersebut bersifat sementara.
Hasil pengawasan lapangan menunjukkan bahwa PT. BKG tidak ditemukan di alamat yang terdaftar, meskipun JGC menyatakan bahwa alamat tersebut legal dan terdaftar pada dokumen perusahaan. Selama tinggal di Indonesia, JGC mengandalkan tabungan pribadi dan bantuan finansial dari kekasihnya, IA.
Pada akhir Juli 2024, JGC bersikap tidak kooperatif selama pengawasan lapangan oleh Tim Intelijen Keimigrasian, mengancam, melawan, dan menghalangi tindakan penahanan dokumen perjalanan. Ia juga menolak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan pada 31 Juli 2024.
Pemeriksaan terhadap FADA, penjamin JGC di Indonesia, pada 17 Januari 2024, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban pajak. Pemeriksaan terhadap kekasih dan rekan bisnis JGC, IA, mengonfirmasi adanya penyalahgunaan izin tinggal dengan kegiatan memasarkan villa di Bali. Dari sederet kesalahannya tersebut JGC beralibi bahwa hal tersebut adalah legal dan tidak menyalahi peraturan selama alamat tersebut terdaftar resmi pada dokumen perusahaan dan JGC beralasan adanya upaya IA yang hendak menguasai aset yang JGC miliki.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, PT. BKG dianggap sebagai perusahaan fiktif dan JGC telah memberikan keterangan yang tidak benar terkait izin tinggalnya. JGC juga tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak kooperatif terhadap proses pengawasan dan pemeriksaan keimigrasian. Oleh karena itu, tindakan administratif keimigrasian diberikan kepada JGC berupa pencabutan izin tinggal terbatas serta pendeportasian
Pihak Imigrasi Indonesia menegaskan bahwa setiap warga negara asing harus mematuhi peraturan imigrasi dan memastikan izin tinggal serta aktivitas mereka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gede Dudy Duwita, menegaskan bahwa pendeportasian ini adalah langkah tegas dalam menegakkan hukum keimigrasian. "Kami berkomitmen untuk menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pendeportasian ini menunjukkan bahwa kami tidak akan mentolerir penyalahgunaan izin tinggal di Indonesia."
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menyatakan, "Penegakan hukum keimigrasian adalah bagian penting dari upaya kami menjaga keamanan dan ketertiban di Bali. Kami berharap tindakan ini dapat menjadi pengingat bagi masyarakat dan WNA agar mematuhi peraturan yang berlaku."
KDK dideportasi pada 6 September 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Abidjan, Pantai Gading, sementara JGC dideportasi dengan tujuan akhir Toronto, Kanada dan keduanya diusulkan dalam daftar penangkalan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. ***
0 Komentar